Museum Fatahillah
Gedung museum
Gambar gedung Museum Fatahillah saat
masih merupakan Balai Kota Batavia, tahun 1770
Museum Fatahillah yang juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia adalah sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah
No. 2, Jakarta
Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi.
Gedung ini dulu adalah sebuah Balai Kota (bahasa Belanda: Stadhuis) yang dibangun pada tahun 1707-1710
atas perintah Gubernur Jendral Johan van Hoorn.
Bangunan itu menyerupaiIstana Dam di Amsterdam,
terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta
bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan
ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.
Daftar
isi
|
Arsitektur
Gedung Stadhuis di awal abad ke-20,
dihubungkan dengan jalur trem ke pusat pemerintahan di kawasan
Weltevreden.
Arsitektur bangunannya bergaya abad ke-17 bergaya Barok
klasik[rujukan?] dengan tiga lantai dengan cat kuning
tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua. Bagian atap
utama memiliki penunjuk arah mata angin.
Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi.
Pekarangan dengan susunan konblok, dan sebuah kolam dihiasi beberapa pohon tua.
Koleksi
Plang Peringatan Pembangunan Museum
Fatahillah yang dahulunya adalah Balai Kota
Objek-objek yang dapat ditemui di museum ini antara lain
perjalanan sejarah Jakarta, replika
peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil
penggalian arkeologi di Jakarta, mebelantik mulai dari abad ke-17 sampai 19,
yang merupakan perpaduan dari gaya Eropa,Republik
Rakyat Cina, dan Indonesia. Juga ada keramik, gerabah, dan batu prasasti.
Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah
Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan
Agung, dan Ruang MH Thamrin.
Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan kini juga diletakkan patung
Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani, merupakan dewa keberuntungan dan
perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya terletak di perempatanHarmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis.
Selain itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat digunakan
pada zaman penjajahan Belanda.
Galeri gambar
Salah satu koleksi meriam di Museum
Fatahillah
Ciri khas bangunan, penunjuk arah mata
angin di atap
Ciri khas lain, tulisanGouvernourskantoor di bagian depan
Museum Fatahillah
Museum Sejarah Jakarta
Sejarah
Pada tahun 1937, Yayasan Oud Batavia mengajukan
rencana untuk mendirikan sebuah museum mengenai sejarah Batavia, yayasan
tersebut kemudian membeli gudang perusahaan Geo Wehry & Co yang terletak di
sebelah timur Kali Besar tepatnya di Jl. Pintu Besar Utara No. 27 (kini museum
Wayang) dan membangunnya kembali sebagai Museum Oud Batavia. Museum Batavia
Lama ini dibuka untuk umum pada tahun 1939.
Pada masa kemerdekaan museum ini berubah menjadi Museum Djakarta Lama di bawah naungan LKI (Lembaga
Kebudayaan Indonesia) dan selanjutnya pada tahun 1968 ‘’Museum Djakarta Lama'’
diserahkan kepada PEMDA DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, Ali Sadikin,
kemudian meresmikan gedung ini menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.
Untuk meningkatkan kinerja dan penampilannya, Museum
Sejarah Jakarta sejak tahun 1999 bertekad menjadikan museum ini bukan
sekedar tempat untuk merawat, memamerkan benda yang berasal dari periode
Batavia, tetapi juga harus bisa menjadi tempat bagi semua orang baik bangsa
Indonesia maupun asing, anak-anak, orang dewasa bahkan bagi penyandang cacat
untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat dinikmati sebagai tempat
rekreasi. Untuk itu Museum Sejarah Jakarta berusaha menyediakan informasi
mengenai perjalanan panjang sejarah kota Jakarta, sejak masa prasejarah hingga
masa kini dalam bentuk yang lebih rekreatif. Selain itu, melalui tata pamernya
Museum Sejarah Jakarta berusaha menggambarkan “Jakarta Sebagai Pusat Pertemuan
Budaya” dari berbagai kelompok suku baik dari dalam maupun dari luar Indonesia
dan sejarah kota Jakarta seutuhnya. Museum Sejarah Jakarta juga selalu berusaha
menyelenggarakan kegiatan yang rekreatif sehingga dapat merangasang pengunjung
untuk tertarik kepada Jakarta dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya
warisan budaya.
Sejarah Gedung
Gedung Museum Sejarah Jakarta mulai dibangun pada tahun
1620 oleh Gubernur Jendral Jan
Pieterszoon Coen sebagai gedung balai kota kedua pada
tahun 1626 (balai kota pertama dibangun pada tahun 1620 di dekat Kalibesar
Timur). Menurut catatan sejarah, gedung ini hanya bertingkat satu dan
pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun 1648 kondisi gedung sangat
buruk. Tanah Jakarta yang sangat labil dan beratnya gedung menyebabkan bangunan
ini turun dari permukaan tanah. Solusi mudah yang dilakukan oleh pemerintah
Belanda adalah tidak mengubah pondasi yang sudah ada, tetapi menaikkan lantai
sekitar 2 kaki (56 cm). Menurut suatu laporan 5 buah sel yang berada di bawah
gedung dibangun pada tahun 1649. Tahun 1665 gedung utama diperlebar dengan
menambah masing-masing satu ruangan di bagian Barat dan Timur. Setelah itu
beberapa perbaikan dan perubahan di gedung stadhuis dan penjara-penjaranya
terus dilakukan hingga menjadi bentuk yang kita lihat sekarang ini.
Selain digunakan sebagai stadhuis, gedung ini juga
digunakan sebagai ‘’Raad van Justitie'’ (dewan pengadilan). Pada tahun
1925-1942, gedung ini dimanfaatkan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi
Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan
logistik Dai Nippon. Tahun 1952 gedung ini menjadi markas Komando Militer Kota
(KMK) I, lalu diubah kembali menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Tahun 1968,
gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta, lalu diresmikan menjadi Museum
Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.
Seperti umumnya di Eropa, gedung balaikota dilengkapi
dengan lapangan yang dinamakan ‘’stadhuisplein'’. Menurut sebuah lukisan uang
dibuat oleh pegawai VOC ‘'’Johannes Rach”’ yang berasal dari ‘'’Denmark”’, di
tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya
sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang
dihubungkan dengan pipa menujustadhuiplein. Pada tahun 1972, diadakan
penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap
dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali
sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman
Fatahillah. Pada tahun 1973 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman
tersebut dengan memberi nama baru yaitu ‘'’Taman Fatahillah”’ untuk mengenang
panglima Fatahillah pendiri kota Jakarta.
Sejarah Kota Jakarta
Berdasarkan penggalian arkeologi,
terdapat bukti bahwa pemukiman pertama di Jakarta terdapat di tepi sungai Ciliwung.
Pemukiman ini di duga berasal dari 2500 SM (Masa Neolothicum). Bukti tertulis
pertama yang diketemukan adalah prasasti Tugu yang dikeluarkan oleh RajaTarumanegara pada abad ke-5. Prasasti merupakan
bukti adanya kegiatan keagamaan pada masa itu. Pada masa berikutnya sekitar
abad ke-12 daerah ini berada di bawah kekuasaan kerajaan Sunda dengan
pelabuhannya yang terkenal pelabuhan Sunda Kelapa.
Pada masa inilah diadakan perjanjian perdagangan antara
pihak Portugis dengan raja Sunda. Pada abad ke-17 perdagangan dengan
pihak-pihak asing makin meluas, pelabuhan Sunda Kelapa berubah menjadi
Jayakarta (1527) dan kemudian menjadi Batavia (1619). Tahun 1942 bangsa Jepang
merebut kekuasaan dari tangan Belanda dan berkuasa di Indonesia sampai tahun
1945.
Koleksi
Perbendaharaannya mencapai jumlah 23.500 buah berasal
dari warisan Museum Jakarta Lama (Oud Batavia Museum), hasil upaya pengadaan
Pemerintah DKI Jakarta dan sumbangan perorangan maupun institusi. Terdiri atas
ragam bahan material baik yang sejenis maupun campuran, meliputi logam, batu,
kayu, kaca, kristal, gerabah, keramik, porselen, kain, kulit, kertas dan
tulang. Di antara koleksi yang patut diketahui masyarakat adalam Meriam si
Jagur, sketsel, patung Hermes, pedang eksekusi, lemari arsip, lukisan Gubernur
Jendral VOC Hindia Belanda tahun 1602-1942, meja bulat berdiameter 2,25 meter
tanpa sambungan, peralatan masyarakat prasejarah, prasasti dan senjata.
Koleksi yang dipamerkan berjumlah lebih dari 500 buah,
yang lainnya disimpan di storage (ruang penyimpanan). Umur koleksi ada yang
mencapai lebih 1.500 tahun khususnya koleksi peralatan hidup masyarakat
prasejarah seperti kapak batu, beliung persegi, kendi gerabah. Koleksi warisan
Museum Jakarta Lama berasal dari abad ke-18 dan 19 seperti kursi, meja, lemari
arsip, tempat tidur dan senjata. Secara berkala dilakukan rotasi sehingga semua
koleksi dapat dinikmati pengunjung. Untuk memperkaya perbendaharaan koleksi
museum membuka kesempatan kepada masyarakat perorangan maupun institusi
meminjamkan atau menyumbangkan koleksinya kepada Museum Sejarah Jakarta.
Tata Pamer Tetap
Dengan mengikuti perkembangan dinamika masyarakat yang
menghendaki perubahan agar tidak tenggelam dalam suasana yang statis dan
membosankan, serta ditunjang dengan kebijakan yang tertuang dalam visi dan misi
museum, mengenai penyelenggaraan museum yang berorientasi kepada kepentingan
pelayanan masyarakat, maka tata pamer tetap Museum Sejarah Jakarta dilakukan
berdasarkan kronologis sejarah Jakarta, dan Jakarta sebagi pusat pertemuan
budaya dari berbagai kelompok suku bangsa baik dari dalam maupun dari luar
Indonesia, Untuk menampilkan cerita berdasarkan kronologis sejarah Jakarta
dalam bentuk display, diperlukan koleksi-koleksi yang berkaitan dengan
sejarah dan ditunjang secara grafis dengan menggunakan foto-foto, gambar-gambar
dan sketsa, peta dan label penjelasan agar mudah dipahami dalam kaitannya dengan
faktor sejarah dan latar belakang sejarah Jakarta.
Sedangkan penyajian yang bernuansa budaya juga dikemas
secara artistik dimana terlihat terjadinya proses interaksi budaya antar suku
bangsa. Penataannya disesuaikan dencan cara yang seefektif mungkin untuk
menghayati budaya-budaya yang ada sehingga dapat mengundang partisipasi
masyarakat. Penataan tata pamer tetap Museum Sejarah Jakarta dilakukan secara
terencana, bertahap, skematis dan artistik, sehingga menimbulkan kenyamanan
serta menambah wawasan bagi pengunjungnya.
Kegiatan
Sejak tahun 2001 sampai dengan 2002 Museum Sejarah
Jakarta menyelenggarakan Program Kesenian Nusantara setiap minggu ke-II dan
ke-IV untuk tahun 2003 Museum Sejarah Jakarta memfokuskan kegiatan ini pada
kesenian yang bernuansa Betawi yang dikaitkan dengan kegiatan wisata kampung
tua setian minggu ke III setiap bulannya.
Selain itu, sejak tahun 2001 Museum Sejarah Jakarta
setiap tahunnya menyelenggarakan seminar mengenai keberadaan Museum Sejarah
Jakarta baik berskala nasional maupun internasional. Seminar yang telah
diselenggarakan antara lain adalah seminar tentang keberadaan museum ditinjau
dari berbagai aspek dan seminar internasional mengenai arsitektur gedung
museum.
Untuk merekonstruksi sejarah masa lampau khususnya
peristiwa pengadilan atas masyarakat yang dinyatakan bersalah, ditampilkan
teater pengadilan dimana masyarakat dapat berimprovisasi tentang pelaksanaan
pengadilan sekaligus memahami jiwa zaman pada abad ke-17.