FIQIH DAKWAH
(Pendekatan Tafsir Tematik)
Anhar Anshori
Dosen FAI Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta
ABSTRAK
Dakwah amar ma'ruf nahi munkar
secara praktis telah berlangsung sejak adanya interaksi antara Allah dengan
hamba-Nya (periode Nabi Adam AS), dan akan berakhir bersamaan dengan berakhimya
kehidupan di dunia ini. Pada awalnya Allah mengajar Nabi Adam AS nama-nama
benda, Allah melarang Nabi Adam mendekati pohon dan Allah memerintahkan para
malaikat sujud kepada Nabi Adam, semua Malaikat pada sujud kecuali Iblis, dia
enggan dan takabur. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di
bumi. Berdakwah, beramar makruf dan
bernahi munkar adalah salah satu fungsi strategis kekhalifahan manusia, fungsi
tersebut berjalan terus-menerus seiring dengan kompleksitas problematka
kehidupan manusia dari zaman ke- zaman,
dakwah tidak berada dalam sket masyarakat yang statis, tetapi berada
dalam sket masyarakat yang dinamis dan tantangan dakwah yang semakin luas dan
komplek, oleh karena itu peningkatan kualitas kompetensi muballigh harus secara
terus menerus dilakukan secara efektifi.
Sehubungan dengan itu, memahami
fikiqih dakwah salah satu proses mencapai kompetensi da’i, dan dalam makalah
ini akan diuraikan secara selayang pandang seputar pengertian dakwah, hakikat
dakwah, hukum dakwah, sistematika dakwah, dan garis-garis besar managemen
dakwah.
Kata Kunci: Dakwah,
fiqh, tematik
Pengertian
Dakwah
1. Secara
Etimologi
Kata dakwah (الدعوة
) artinya: "do’a", "seruan ", “panggilan”, "ajakan", "undangan",
"dorongan" dan "permintaan", berakar dari kata kerja. "دعا“
yang berarti "berdo
'a", " memanggil, "'menyeru ", "mengundang",
"mendorong", dan "mengadu".
Dakwah secara etimologis bebas nilai, artinya bisa mengajak
kepada kebaikan atau ke jalan Allah bisa
juga mengajak kepada kemungkaran, jalan syetan atau berbuat maksiat seperti apa
yang telah didramatisir oleh Zulaiha dengan mengajak Yusuf berbuat maksiat sebagaimana
Firman Allah SWT:
فَدَعَا رَبَّهُ
أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ
Artinya: “Maka dia mengadu kepada Tuhan-Nya, bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh
sebab itu tolonglah aku”. [ Q.S.Al-Qamar/54.10]
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ
وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya: “ Allah menyeru [manusia] menuju Darussalaam
[Surga], dan memberipetunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan
yang lurus [Islam][Q.S. Yunus/10.25]
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى
يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ
مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ
يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آَيَاتِهِ
لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
…...
Artinya: “ Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah SWT mengajak ke
Surga “,,,,,. [Q.S.Al-Baqarah/2.221].
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ
مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ
إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Artinya: “ Yusuf
berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan
mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka,
tentu aku akan cendrung untuk [memenuhi keinginan mereka], dan tentulah aku
masuk orang-orang yang bodoh “.[Q.S.Yusuf/12.33].
2. Secara
Terminologi
Dakwah adalah
menyeru, mengajak manusia untuk memahami dan mengamalkan ajaran islam sesuai
dengan Al-Qur'an dan sunnahNabi Muhammad saw (sabilillah). Sebagaimana Firman
Allah Swt :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ
وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
Artinya : "dan hendaklah ada
diantara kamu segolongan ummat yang rnenyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung." (QS Ali- Imran : 104). [1]1
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “ Serulah [manusia] kepada
jalan Tuhanmu .......[Q.S.An-Nahl/16.125].
Hukum Dakwah
Jika min yang ada pada Surat Ali
Imaron ayat. 125 di atas [ minkum ] adalah min lil bayaniyah,
maka dakwah menjadi kewajiban bagi
setiap orang [ individual ] orang Islam, tetapi jika min dalam ayat tersebut adalah min littab ‘idhiyyah [
menyatakan untuk sebahagian ] maka dakwah menjadi kewajiban ummat secara
kolektif atau pardhu kifayah. Dua
pengertian tersebut dapat digunakan sekaligus.
Untuk hal-hal yang mampu
dilaksanakan secara individual, dakwah menjadi kewajiban setiap muslim [
fardhu ‘ain ] , sedangkan untuk hal-hal yang hanya mampu dilaksanakan secara
kolektif, maka dakwah menjadi kewajiban yang bersifat kolektif [ fardhu kifayah
]. Setiap muslim dan muslimat yang sudah
baligh wajib berdakwah, baik secara aktif maupun secara pasif. Secara pasif dalam arti semua sikap dan
prilaku dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam sehingga dapat
menjadi contoh dan tuntunan bagi masyarakat.
Kewajiban berdakwah bagi setiap
individu, selain dinyatakan dalam ayat tersebut di atas ditegaskan juga dalam Al-Qur’an, dan
pesan Rasulullah Saw pada waktu Haji Wada’, :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2)
إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Artinya: “
Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh, dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran, dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran
“.[Q.S. Al-‘Ashr/103].
فَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ
فَإِنَّهُ رُبَّ مُبَلِّغٍ يُبَلِّغُهُ لِمَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ (رواه البخا
رى )
“ ....maka hendaklah
yang menyaksikan di antara kamu menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena
boleh jadi yang hadir itu menyampaikannya kepada orang ..”. [ H.R. Bukhari ][2].
Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda :
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً رواه البخاري)
Artinya:
"..... sampaikanlah apa yang (kamu terima) dariku, walaupun satu
ayat..."
(HR Bukhari)[3]
Hakikat Dakwah:
Aktivitas dakwah pada hakikatnya suatu proses mengadakan
perubahan secara normatif
sesuai dengan Al-Qur’an, dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW. Sebagai contoh adalah perubahan dari berimanan kepada
selain Allah SWT menjadi beriman Kepada Allah SWT, atau dari ideologi yang batil, sesat kepada
ideologi yang benar, dari kebodohan kepada kepintaran, dari kultur, dan
akhlaq yang sesat kepada kultur, dan akhlaq yang benar, dan mulia, dari malas
beriibadah menjadi rajin beribadah, dari kehidupan yang bertentangan dengan
Islam menjadi berkehidupan yang Islami, dari tidak perduli pada agama menjadi
perduli dan semangan beragama dll
Sistematika
Dakwah
Dakwah sebagai suatu ilmu yang
relatif muda bila dibandingkan dengan ilmu filsafat. Dakwh sebagai suatu ilmu
memiliki sistimatika yang terdiri dari 8 seb sistem. Kurang berhasilnya gerakan
dakwah pada umumnya lebih disebabkan oleh lemahnya sub sistem dakwah secara
keseluruhan, oleh karena itu agar
gerakan dakwah lebih efektif, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah
membangun keseluruhan sub sistem dakwah secara keseluruhan. Uraian secara
global akan diarahkan kepada 8 subsistem dakwah
sebagai berikut :
1.
Subjek Dakwah (Da'i)
Da'i/muballigh adalah setiap orang yang
mengajak, memerintahkan orang di jalan
Allah [ fi-Sabiilillah ], atau mengajak orang
untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah nabi Muhammad
SAW. Berhasil tidaknya gerakan
dakwah sangan ditentukan oleh kompetensi
seorang da’i, yang dimaksud dengan kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman,
pengetahuan, penghayatan, dan prilaku serta keterampilan yang harus dimiliki
oleh para da’i, oleh karena itu para da’i harus memilikinya, baik kompetensi
substantif maupun kompetensi metodologis :
1.1. Kompetensi
Substantif :
1]. Memahami agama Islam swecara
konverhensif, tepat dan benar.
2]. Memiliki al-akhlaq al-
kariimah, seorang pribadi yang
menyampaikan ajaran yang mulia, dan mengajak oang menuju kemuliaan, tentula
seorang da’i memiliki akhlaq mulia yang terlihat dalam seluruh
aspek kehidupannya,seorang da’i harus memiliki sifat shiddiq, amanah, sabar,
tawaddhu’, adil,
lemah lembut dan selalu ingin meningkatkan kualitas ibadahnya, dan sifat-sifat
mulia lainnya, lebih dari itu kunci utama keberhasilan da’i adalah satu kata
dan perbuatan. Allah mengancam seorang
da’i atau siapa saja yang perkatannya tidak sejalan dengan perbuatannya , atau
hanya bisa berkata tapi tidak mau berbuat. Allah AWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ
تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
“ Hai orang-orang
yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
“ [ Q.S. Ash-Shaf 61: 2-3 ][4]
3]. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan
yang relatif luas, yang dimaksud dengan pengetahuan di sini adalah cakupan ilmu
pengetahuan yang paling tidak terkait dengan pelaksanaan dakwah, antara lain,
ilmu bahasa, ilmu komunikasi, ilmu sosiologi, psikologi dakwah, teknologi
informasi baik cetak maupun elektronik, ilmu patologi sosial dll.
4]. Memahami hakikat dakwah. Hakikat
dakwah pada dasarnya adalah mengadakan prubahan sesuai dengan al-Qur’an dan
al-Hadits, artinya perubahan yang bersifat normatif, sebagai contoh : Perubahan
dari kebodohan kepada kepintaran, perubahan dari keimanan atau keyakinan yang
betil kepada keyakinan yang benar, dari tidak faham agama Islam menjadi faham
Islam, dari tidak mengamalkan Islam menjadi mengamalkan ajaran Islam, dan Allah
tidak akan memberi petunjuk dan kemudahan kepada manusia untuk dapat berubah
kecuali kalau manusia berjuang dengan ichlasan, tekat yang kuat, ikhtiar yang
maksimal. Allah berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
suatu kaum sehingga mereka menguh keadaan yang ada pada diri mereka sendiri “.
[ Q.S. ar-Ra’d 13: 11 ] [5]
5]. Mencintai objek dakwah [ mad’u ]
dengan tulus, mencintai mad’u merupakan salah salah satu modal dasar bagi
seorang da’i dalam berdakwah, rasa cinta
dan kasih sayang terhadap mad’u akan membawa ketenangan dalam berdakwah,
seorang da’i harus menyadari bahwa objek dakwah adalah saudara yang harus
dicintai, diselamatkan dan disayangi dalam keadaan apapun, walaupun dalam
keadaan objek dakwah menolak pesan yang disampaikan atau meremehkan bahkan membeci, kecintaan da’i terhadap mad’u
tidak boleh berubah menjadi kebencian, hati da’i boleh prihatin dan dibalik
keprihatinan tersebut seyogyanya da’i dengan ikhlas hati mendo’akan agar mad’u
mendapat petunjuk dari Allah SWT karena demikianal yang telah dipraktekkan oleh
Rasulullah SAW :
عَنْ أَنَسٍ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ
لِنَفْسِهِ
“ Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga
ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” [ HR. Bukhari
dan Muslim ] [6].
Waktu Nabi Muhammad SAW berdakwah,
beliau dicaci maki dan sisakiti secara fisik, Nbi Muhammad SAW berdo’a :
اللهم اغفر لقومى فإ نهم لا يعلمون
“ Ya Allah, ampunilah kaumku, karena
sesungguhnya mereka tidak mengerti.” [7]
6]. Mengenal kondisi lingkungan dengan
baik. Da’I harus memahami latar belakang kondisi social, ekonomi, pendidikan,
budaya dan berbagai dimensi problematika objek dakwah, paling tidak mendapat
gambaran selintas tentang kondisi mad’u secara umum, agar pesan dakwah
komunikatif atau sesuai dengan kebutuhan mad’u.
7]. Memiliki kejujuran dan rasa
ikhlas, karena keihklasan dan kejujuran merupkan factor yang sangat prinsip,
dan menentukan diterimanya amal ibadah oleh Allah SWT, dan aktifitas dakwah
yang dilaksanakan secara ikhlas akan selalu mendapat pertolongan dari Allah
SWT.
1.2. Kompetensi Metodologis :
1]. Da’i atau muballigh harus mampu
mengidentifikasi permasalah dakwah yang
dihadapi, yaitu mampu mendiagnosis dan menemukan kondisi objektif permasalah
yang dihadapi oleh objek dakwah.
2]. Muballigh harus mampu mencari dan
mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri objektif objek dakwah serta kondisi
lingkungannya.
3].
Berdasarkan informasi yang diperoleh dengan kemampuan pertama dan kedua
di atas seorang da’I akan mampu menyusun langkah-langkah perencanaan bagi
kegiatan dakwah yang dilakukannya.
4].
Berkemampuan untuk merealisasikan perencanaan tersebut dalam
melaksanakan kegiatan dakwah.[8]
Objek Dakwah [ mad’u ]
Objek dakwah [ mad’u ] ialah orang
yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia, sebagaimana firman Allah SWT
:
“ Dan Kami tidak mengutus kamu, melainka kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Q.S. As-Saba’ 34: 28
].[9]
Berdasarkan ayat tersebut dapat
difahami bahwa objek atau sasaran dakwah secara umum adalah seluruh manusia,
dan objek dakwah secara khusus dapat ditinjau
dari berbagai aspek secara khusus sebagai berikut :
1. Aspek usia ; anak-anak, remaja dan
orang tua.
2. Aspek kelamin ; Laki-laki dan
perempuan.
3. Aspek agama ; Islam dan kafir atau
non muslim
4. Aspek sosiologis ; Masyarakat
terasing, pedesaan, kota
kecil dan
kota
besar, serta masyarakat marjinal dari kota
besar.
5. Aspek sturktur kelembagaan ;
Legislati, ekskutif, dan yudikatif.
6. Aspek kultur ke-beragamaan ;
Priyayi, abangan dan santri.
7. Aspek ekonomi ; Golongan kaya,
menegah, dan miskin.
8. Aspek mata pencaharian ; Petani,
peternak, pedagang, nelayan,
karyawan, buruh dll.
9. Aspek khusus ; Golongan masyarakat
tuna susila, tuna netra, tuna
rungu, tuna wisma, tuna karya,
dan narapidana.
10. Komunitas masyarakat seniman, baik
seni musik, seni lukis, seni
pahat, seni tari, artis, aktris
dll.[10]
Para
da’I tidak cukup hanya mengetahui objek dakwah secara umum dan secara khusus
tersebut, tetapi yang lebih penting lagi yang harus diketahui adalah hakikat
objek atau sasaran dakwah itu sendiri.
Adapun hakikat objek dakwah adalah seluruh dimensi problematika hidup
objek dakwah, baik problem yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, akhlaq,
mu’amalah [ pndidikan, social, ekonomi, politik, budaya dll ]
Tujuan Dakwah [ al-ahdafuddakwah ]
Pada dasarnya tujuan takwah sifatnya
bertahap, dan sangat beragam, ini terkait dengan hetroginitas objek dakwah, dan
perbedaan-perbedaan problematik yang dihadapi oleh objek dakwah, sebagai contoh
; Bagi objek dakwah yang beragama Islam, tetapi belum memahami ajaran Islam
tentang ibadah sholat, maka tujuan dakwak tentu agar mad’u mengetahui sholat
dan tata cara pelaksanaannya, bagi mad’u yang sudah bisa sholat, tetapi belum
mau melaksanakan sholat, sudah tentu tujuan dakwah, agar mad’u termotivasi
untuk melaksanakan ibadah sholat. Dengan
demikian tujuan dakwah paling tidak dapat dibagi menjadi dua garis besar
sebagai berikut :
Tujuan Umum : Agar manusia memahami ajaran Islam,
dan melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang diperintahkan. dan menjauhi
larangan Allah Swt sebagai mana yang dilarang oleh Allah Swt.
Tujuan Umum :
1. Agar orang kafir
menjadi masuk Islam
2. Agar orang Islam dapat
memahami sumber-sumber, dan poko-pokok
ajaran Islam.
3. Agara orang Islam bisa
bertuhan, beribadah, berakhlaq, dan bisa bermu’amalah sesuai dengan al-Qur’an,
dan Sunnah Nabi SAW.
Materi Dakwah
Allah SWT telah memberi petunjuk tentang materi dakwah yang harus disampaikan
, untuk lebih jelasnya perlu mencermati firman Allah Swt sebagai berikut :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ
وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“ Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar……[Q.S. Ali-Imran : 104 ].[11]
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ
“ Serulah [ manusia ] kepada jalan
Tuhanmu…..” [ Q.S. As-Nahl: 125][12]
Dalam ayat tersebut yang dimaksud al-Khair
adalah nilai-nilai universal yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah, Al-Khair
menurut Rasulullah Saw sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn Katsir dalam
Tafsirnya adalah mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Nbi Muhammad Saw, sedangkan
Al-Ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat
selama sejalan dengan Al-Khair.[13] Yang dimaksud dengan
Sabili Rabbika adalah jalan yang ditunjukkan Tuhanmu yaitu; Ajara Islam.
[14]
Dari dua ayat tersebut dapat difahami
bahwa materi dakwah pada gasis besarnya dapat dibagi dua :
1. Al-Qur’an dan Hadits
2. Pokok-pokok ajaran Islam yaitu ;
aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalah mencakup pendidikan, ekonomi, social,
politik, budaya dll.
Metode Dakwah
Metode dakwah adalah cara mencapai
tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip-prinsip metode dakwah
harus mencermati firman Allah Swt, dan Hadits Nabi Muhammad Saw :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“ Serulah [ manusia ] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …….“ [ Q.S. An-Nahl 16:
125 ].[15]
Dari ayart tersebut dapat difahami
prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum
metode dakwah yaitu ; Metode hikmah, metode mau’izah
khasanah, meode mujadalah billati hia ahsan, banyak
penafsiran para Ulama’ terhadap tiga prinsip metode tersebut antara lain :
1. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa
Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas
dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat
menghilangkan keragu-raguan.
2. Metode mau’izah khasanah menurut
Ibnu Syayyidiqi adalah memberi ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa
yang dapat menaklukkan hati.
3. Metode mujadalah dengan
sebaik-baiknya menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang
yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai
lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu
sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran.[16] Demikianlah antara lain pendapat sebagaian
Mufassirin tentang tiga prinsip metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi Muhammad Saw
bersabda :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“ Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah
dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu,
ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R.
Muslim ]. [17]
Dari hadis tersebut terdapat tiga
tahapan metode yaitu ;
1. Metode dengan tangan [ bilyadi ],
tangan di sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk
kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan
atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh
penguasa yang berjiwa dakwah.
2. Metode dakwah dengan lisan [
billisan ], maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami
oleh mad’u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
3. Metode dakwah dengan hati [ bilqolb ],
yang dimaksud
dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap
ikhlas, dan tetap mencintai mad’u dengan tulus, apabila suatu saat mad’u atau
objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan
mungkin memusuhi dan membenci da’I atau muballigh, maka hati da’i tetap
sabar, tidak boleh membalas dengan
kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da’i
hendaknya mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Selain dari metode tersebut, metode yang
lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah, yaitu
dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW banya ditentukan oleh
akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan
sehari-hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik
dalam kehidupan sehar-hari.
Sarana Dakwah
Sarana dakwah yang baik, setrategis
dan memadai, menjadi salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan
dakwah Islam, sarana yang dimaksud antara lain adalah Masjid, musholla,
sekolsh, perpustakaan, kantor, balai desa dll.
Media Dakwah
Media adalah alat yang menjadi saluran yang menghubungkan ide dengan umat,
suatu elemen yang sangat vital yang merupakan uran nadi dalam totalitas
dakwak. Kemajuan teknologi informasi dan
globalisasi sekarang ini seolah-olah
menjadikan seluruh dunia menjadi satu kampung saja, perpindahan informasi dari
suatu benua ke benua lain bagai cepatnya kilat , sehingga seseorang yang sedang berbicara di Mesir umpamanya,
dapat didengar, dilihat dan dipantau dari berbagai penjuru dunia. Padahal
sebelumnya, ketika seorang muballigh berbicara di suatu Masjid, mungkin jama’ah
yang khadir tidak semuanya bisa melihat wajah muballighnya, dan barakali juga
tidak mendengar suara muballigh.
Pemanfatan kemajuan media teknologi informasi baik cetak
maupun elektronik sangat menentukan effektifitas dakwah, baik dilihat dari
aspek luasnya jangkauan wilayah dakwah maupun dari aspek daya komunikatifnya.
Dana Dakwah
Dana adalah salah satu factor yang
sngat menentukan kelancara dan efektifitas kegiatan dakwah, karena dana
berkaitan langsung dengan sub-sub system dakwah yang lain, dan idealnya gerakan
dakwah yang bersifat organisatori, perlu dipleningkan semacam Bank da’wah.
Managemen Dakwah
Magagamen dakwah memegang pranan
penting dalam menentukan keberhasilan dakwah. Yang dimaksud dengan managemen
dakwah adalah suatu proses pemampatan serta pendayagunaan kseluruhan sub system
dakwah dakwah secara effektif untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah.
Dalam upaya membangun managemen
dakwah harus memperhatikan prinsip-prinsip managemen secara keseluruhan, yang
dimaksud dengan prinsip-prinsip managemen dakwah adalah :
1. Organisasi dakwah. Oraganisasi dakwah yang dibentuk dengan baik,
dengan menempatkan seseorang dalam struktur organisasi sesuai dengan bidang,
bakat, dan minat mereka masing masing, dan dapat dikelola dengan baik dan rapi
akan menjadi kekuatan gerakan dakwah yang dapat bergerak secara efektif, dan
akan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan dakwah dengan baik.
2. Plening dakwah. Perencanaan dakwah
yang baik dan terprogran secara rapi, dan bertahap akan sangat menetukan
tahapan-tahapan apa yang harus dicapai, sebaliknya dakwah yang dilaksanakan
tanpa perencanaan yang mateng akan sulit mencapai sasaran dan tujuan yang
jelas.
3. Aktuating dakwah atau pelaksanaan
dakwah, dakwah yang dilaksanakan
dengan berlandaskan perencanaan
dakwah yang matang biasanya kegiatan dakwah akan dapan dilaksanakan secara
tertib, teratur, dan efektif.
4. Kontroling dakwah. Mengontrol kegiatan dakwah sangat penting
untuk mengantisipasi kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam proses dakwah,
dan sangat bermanfaat untuk menjaga kesinambungan proses kegiatan dakwah.
5. Evaluasi dakwah. Untuk mengetahui
apakah dakwah itu berhasil atau tidak, gagal atau tidak harus ada proses
evaluasi yang cermat, teliti, dan objektif, dengan menetapkan
parameter-parameter keberhasilan atau ketidak berhasilan suatu aktifitas
dakwah, dan dari hasil evaluasi secara objektif dapat dijadikan konsideran
untuk menyusun langkah-langkah strategi dakwah yang lebih efewktif pada masa
berikutnya, dan isyarat untuk mengadakan evaluasi terdapat dalam firman Allah
SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“ Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok.” [ Q.S. Al-Hasyr 59: 18 ].[18]
Dari ayat tersebut dapat difahami bahwa perlu
adanya suatu proses evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan, untuk
merencanakan hidup yang lebih baik di masa-masa yang akan datang, termasuk
kegiatan dakwak yang telah dilakukan perludi evaluasi.
[1] Yayasan
Penyelenggaraan Penerjemah/Penafsir al-Qur’an, al-Qur’an dan
Terjemahannya, [ Lembaga Percetakan Raja Fahd, tt ], hal. 93.
[2]
al-Bukhari:
67, 4402; Muslim; 1679 daam CD Mawsu’at al-Hadits al-Syarif, Mesir.
[3]
. Hasbi
Ash-Shiddieqy TM, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Bulan Bintang
Jakarta, 1977, hal. 60.
[4]
Yayasan Penyelenggara
Penerjemah, alQur’an; hal. 928.
[6].
Ali Abdul Halim Mahmud, Dakwah Fardiyah, Gema Insani Press, Jakarta 1995. 64.
[7].
Ibid, h. 150.
[8]
. Pimpinan Pusat Muhammadiyah Mjlis Tbligh, Islam Dan Dakwah, Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Majlis Tbligh Jogjakarta 1987, hal. 137 – 142.
[9]
. Yayasan Penyelenggara Penerjemah,
al-Qur’an, hal. 688.
[10]
. H.M.Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar, Bulan Bintang Jakarta 1977,
hal. 13-14.
[11]
. Yayasan Penyelenggaraan Penerjemahan,
al-Qur’an, hal. 93.
[12].
Yayasan Penyelenggara Penerjemahan, al-Qur’an, hal. 421.
[13].
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Jilid.2, Lentera Hati, Jakarta 2000,
hal.143-44.
[14].
Jilid 7, Ibid, hal.
[15].
Yayasan Penyelenggara Penerjemahan, al-Qur’an, hal. 421.
[16].
Anhar Anshori, Skripsi Perkembangan
Dakwah di Yogyakarta priode 1972 – 1984, Yogyakarta
1984, hal. 16.
[17].
Said Bin Ali Al-Qahthani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Gema Insani Press Jakarta
1994, hal. 98.
[18]
. Yayasan Penyelenggara Penerjemah, al-Qur’an, hal. 919.